Minggu, 15 November 2015

Pendidikan Karakter Anak



Pendidikan Karakter Anak

Karakter sangat berkaitan dengan personality (kepribadian) seseorang yang bersangkutan, maka ketika seseorang bersikap dan berperilaku tidak jujur, mencuri, atau rakus maka kita menyebutnya orang yang berkarakter buruk atau jelek. Sedangkan, jika ada orang yang berperilaku jujur, suka menolong, atau dermawan maka kita menyebutnya orang yang berkarakter baik. Dapat kita simpulkan bahwa seseorang yang dikatakan berkarakter adalah orang yang beperilku sesuai dengan kaidah moral yang berlaku di lingkungan masyarakat.
Orangtua dan pendidik harus memahami karakter anak karena anak bukanlah manusia dewasa dalam bentuk mini. Anak mempunyai dunianya sendiri dan karakteristik yang harus dipahami, yaitu setiap anak adalah unik, dunia anak adalah dunia bermain, setiap karya yang dihasilkan adalah perlu diterima dan dihargai, setiap anak berhak mengekspresikan ide-idenya, setiap anak berhak mencoba dan mengalami kesalahan atau kegagalan, setiap anak memiliki naluri sebagai peneliti, dan setiap anak membutuhkan rasa aman.
Orangtua pasti mengharapkan anaknya dapat tumbuh dan berkembang dengan sehat, cerdas, pemberani, tangguh, ulet dan mempunyai karakter serta akhlak yang terpuji. Maka orangtua senantiasan memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak-anaknya bahkan sejak usia dini. Pendidikan yang diberikan kepada anak pada usia dini lebih menekankan pada pendidikan karakter anak untuk mempersiapkan anak menjalani kehidupannya. Anak-anak sejak dilahirkan mempunyai sel-sel yang terus berkembang, maka pengalaman yang ia dapatkan diwaktu kecil dapat berefek pada kehidupannya kelak di usia dewasa.
Dunia anak diidentikkan dengan dunia bermain, maka sekolah sebagai lembaga pendidikan yang sesuai dengan karakter anak adalah sekolah yang dapat memahami dunia anak. Dengan demikian, anak-anak tetap dapat memperoleh kompetensi standarnya dalam proses belajar. Namun, pada dewasa ini tidak sedikit dijumpai sekolah-sekolah favorit terjebak dengan pemahaman bahwa proses pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas sehingga dengan waktu istirahat diluar kelas yang sangat sedikit dengan alasan bahwa menghargai waktu adalah menghargai ilmu.
Paulo Fiere (Filsuf Brazil) menggambarkan pendidikan yang bersifat mengekang atau membatasi manusia untuk berkembang dengan mengibaratkan manusia seperti “bejana kosong” yang harus diisi. Kalau kita lihat dengan pendidikan terutama di Indonesia, anak-anak sebagai siswa disekolah diajarkan untuk menghafal teks yang ada dalam buku atau yang disampaikan gurunya. Maka orientasi pendidikan yang seperti ini adalah agar anak-anak mampu membaca dan melafalkan teks yang dihadapannya saja, padahal anak sebagai manusia merdeka harus diberikan kesempatan mengekspresikan pemahamannya terhadap teks. Anak mampu mengekspresikan ide-idenya adalah sesungguhnya melatih anak untuk berani berbicara dihadapan teman-temannya.
Anak-anak Yahudi dari semenjak mereka usia dini sudah dilatih untuk berani berbicara di depan orang banyak. Maka tidak heran keturunan Yahudi adalah orang-orang yang cerdas karena orangtuanya sangat memeperhatikan pendidikan karakter sejak usia dini. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Jatsiyah ayat 16-17 yang menggambarkan potensi orang-orang Israil (Yahudi): Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Bani Israil Al Kitab (Taurat), kekuasaan dan kenabian dan Kami berikan kepada mereka rezeki-rezeki yang baik dan Kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masanya). Dan Kami berikan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata tentang urusan (agama); maka mereka tidak berselisih melainkan sesudah datang kepada mereka pengetahuan karena kedengkian yang ada di antara mereka. Sesungguhnya Tuhanmu akan memutuskan antara mereka pada hari kiamat terhadap apa yang mereka selalu berselisih padanya.
Kemudian, bagaiman dengan umat Islam? Apakah Allah tidak adil dengan umat Islam? Jawabannya adalah tidak. Karena Allah kemudian berfirman dalam surat yang sama ayat 18-20: Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikitpun dari siksaan Allah. Dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dan Allah adalah pelindung orang-orang yang bertakwa. Al Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini. Dalam ayat itu dijelaskan bahwa potensi yang dimilik umat Islam sama dengan potensi yang dimiliki orang-orang Yahudi, bahkan Allah telah memberikan petunjuk Al-Qur’an sebagai rahmat. Maka apa yang salah dengan umat Islam? Umat islam dewasa ini memendam bahkan mematikan potensi yang sudah Allah berikan, misalkan dalam pendidikan saja potensi itu tidak dikembangkan. Semangat keilmuan dan budaya membaca orang-orang Yahudi sangat tinggi dibandingkan umat Islam. Dalam sehari mereka membaca buku minimal satu buku, sedangkan umat muslim membaca sehari satu lembar saja jarang.
Pendidikan karakter yang diterapkan di Indonesia harapannya mampu menyelesaikan permasalahan yang muncul terutama perilaku yang non-edukatif yang menggerogoti peserta didik dan masyarakat yang ada dalam sekolah, seperti perilaku kekerasan, pelecehan seksual, bisnis mania lewat sekolah, korupsi dan kesewenang-wenangan yang terjadi di lingkungan sekolah. Pendidikan karakter yang diterapkan dalam lembaga pendidikan harapannya mampu menjadi salah satu sarana pembudayaan dan pemanusiaan (memanusiakan manusia). Maka lingkungan yang ingin diciptakan adalah lingkungan hidup yang menghargai hidup manusia, menghargai perbedaan, serta menghasilkan sosok pribadi yang mempunyai kemampuan intelektual dan moral yang seimbang. Dari lingkungan sperti ini maka akan terciptanya masyarakat yang manusiawi.


2 komentar: