Minggu, 15 November 2015

Rumah Tanpa Sosok Ayah



Rumah Tanpa Sosok Ayah

Keluarga adalah lembaga pendidikan anak pertama semenjak anak masih dalam kandungan ibu sampai ia menikah dan membina keluarganya sendiri. Di dalam keluarga terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anak yang mempunyai hubungan sangat dekat dalam menjalani hidup bersama. Ayah dalam lembaga pendidikan yang dimaksud diatas adalah seorang manajer atau pemimpin, dan Ibu di dalam lembaga pendidikan ini adalah seorang pengajar atau guru pertama yang mendidik anak. Tapi bukan berarti Ayah tidak mempunyai peran dalam mendidik anak, namun sesungguhnya ayah mempunyai dua peran sebagai suami yang memimpin rumah tangga dan sebagai pemberi pendidikan kepada anak terutama dalam hal tauladan.
Dewasa ini, orangtua lebih sibuk dengan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, terutama ayah sebagai pemimpin rumah tangga. Sehingga peran ayah sebagai tauladan anak kurang maksimal atau bahkan tidak ada. Ayah adalah sosok idola anak yang harusnya memberikan contoh bagai menjalani kehidupan, yaitu tanggungjawabnya sebagai hamba Allah, bersosialisasi dengan lingkungan, menghadapi masalah-masalah kehidupan, mempunyai tata krama atau sopan santun terhadap orang lain, dan perannya sebagai bagian dari masyarakat. Orangtua mempunyai amanah yang sangat besar untuk menjadikan anak seperti apa dimasa depannya. Dalam Al-Qur’an sudah ada contoh seorang ayah yang mendidik anaknya yaitu nasehat Luqman terhadap anaknya dalam surat Luqman ayaut 13: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar”.
Dapat kita lihat dalam kehidupan sekarang bahwa kebanyakan ayah yang bekerja diluar rumah berangkat bekerja dipagi hari ketika anak sedang tidur, dan pulang bekerja pada malam hari ketika anak sudah tertidur. Maka kapan seorang ayah bertemu dengan anaknya untuk paling tidak mengobrol atau bermain bersama? Waktu untuk bersama anak-anaknya dalam satu minggu hanya di waktu hari libur kerja saja. Waktu tersebut tidak cukup untuk mendidik anaknya. Ditambah lagi seorang Ibu yang juga sibuk bekerja, maka anak biasanya akan dititpkan kepada pembantu atau pengasuh anak dan guru disekolah. Dari sistem keluarga seperti ini makan akan melahirkan anak yang hidup dengan bebas karena orantuanya tidak ada waktu mengontrol dan memfilter apa yang diperoleh anak dari lingkungan masyarakat dan teman bermainnya.
Sehingga tidak heran pada zaman sekarang banyak anak yang masih belum dewasa melakukan tindakan-tindakan yang tidak sepantasnya dilakukan anak seusia mereka. Misalkan, anak yang merokok padahal ayahnya tidak merokok, berbicara dengan bahasa yang kasar atau tidak sopan, berkelahi dengan temannya, mencuri, membolos sekolah, bahkan sampai melakukan tindak asusila dan membunuh temannya. Ini semua dapat terjadi karena berawal dari keluarga yang kurang atau bahkan tidak memperhatikan anaknya. Minimnya waktu bersama anak dan kurangnya ilmu pengetahun orangtua dalam mendidik anak menyebabkan orantua pasrah dengan pengasuhnya atau guru disekolah. Berbeda dengan keluarga yang peran ayah dan ibunya sangat besar dalam pendidikan anak, terutama pada penddikan akidah dan akhlaknya serta pendidikan umum lainnya.
Dari keluarga (rumah tangga) telah dimulai menanamkan iman dan memupuk Islam karena dari rumah tangga itulah akan terbentuk umat. Dan dalam umat itulah akan tegak masyarakat Islam. Masyarakat Islam ialah suatu masyarakat yang bersamaan pandangan hidup, bersamaan penilaian terhadap Islam. Maka keluarga di dalam Al-Qur’an adalah keluarga yang memenuhi serta menyelenggarakan aspek-aspek tersebut, atau dua aspek penting internal maupun eksternal. Aspek internal meliputi: Pertama, hubungan antara suami istri, anak dan kerabatnya termasuk ahli warisnya. Kedua, kemampuan penghuninya mewujudkan cita-cita keluarga yang sejahtera dan bahagia dengan tetap taat kepada Allah untuk terhindar dari api neraka. Allah berfirman dalam surat At-Tahrim ayat 6 yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Dalam konteks pendidikan, keluarga merupakan sarana dan pilar pendidikan yang utama terutama dalam penanaman dan pemahaman nilai-nilai agama. Relegiusitas seseorang sangat ditentukan oleh penanaman dan pemahaman agama yang ditumbuhkembangkan dalam keluarga. Penanaman, pemahaman, penghayatan dan pengalaman keagamaan yang diberikan orangtua dalam keluarga sangat besar manfaat dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pendidikan anak. Ketika ayah mengajarkan kepada anaknya untuk sholat lima waktu di masjid dan tidak memberikan tauladan kepada anaknya, maka anaknya akan menyepelekan karena ayahnya saja tidak pernah sholat atau sholatnya jarang. Ayah harus memberikan tauladan kepada anaknya maka anak akan mengidolakan ayahnya dan mengikuti apa yang ayahnya lakukan.
Keluarga sebagai suatu lembaga atau lembaga badan pertama dan utama yang terpenuhi oleh kebutuhan jasmani dan rohani, maka pendidikan dalam keluarga harus merupakan pendidikan dan pengajaran pendahuluan atau persiapan bagi pendidik pada lembaga sekolah atau masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan dalam rumah tangga harus mempunyai tujuan yaitu agar anak mampu berkembang secara maksimal dalam perkembangan jasmani, rohani, dan akal. Fungsi pendidikan di keluarga khususnya ayah sebagai pemimpin keluarga, yaitu: fungsi Agama (penenaman nilai berupa iman dan takwa), fungsi biologis (pemenuhan kebutuhan jasmani), fungsi ekonomi (memenuhi kebutuhan keluarga), fungsi kasih sayang, fungsi perlindungan, fungsi pendidikan, fungsi sosialisai anak, dan fungsi rekreasi.
Pendidikan yang berdasarkan Agam akan maembantu anak untuk memiliki iman yang kuat kepda Allah SWT sehingga anak akan mampu membedakan mana yang baik dan buruk serta mampu menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Pendidikan agama akan membentuk akhlak mulia serta menjadi manusia yang produktif. Rasulullah yang mendapatkan tugas menyempurnakan akhlak, telah memberikan contoh terbaik kepada umatnya. Rasulullah melakukan pendidikan dalam dakwahnya baik dengan perkataan maupun perbuatan berdasarkan wahyu yang diterimanya. Sasaran pendidikan yang pertama kali dalam dakwah Rasulullah ditunjukkan kepada istriya, lalu kepada anggota keluarga/kerabatnya.
Maka dapat disimpulkan bahwa dalam Islam pendidikan dalam keluarga sangatlah penting dalam melahirkan anak-anak yang mempunyai akidah yang kuat, berakhlak mulia, dan mampu bersosialisasi di masyarakat dengan baik. Ayah sebagai pememimpin kelauarga dan sosok yang di idolakan anak harus memberikan tauladan terbaik kepada anaknya. Karena dari keluarga ini akan terwujudnya masyarakat Islam yang beriman dan bertakwa kepada Allah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar