Jumat, 27 November 2015

BAB 1. Mempersiapkan Diri Sebelum Membangun Keluarga

www.ernawatililys.com

BAB 1. Mempersiapkan Diri Sebelum Membangun Keluarga

Mempersiapkan Individu Berkualitas
Kita ketahui bersama bahwa masa depan, masyarakat, agama, dan negara ini betumpu pada genereasi-generasi yang akan meneruskan perjuangan kita selanjutntya. Anak kita yang masih kecil dan tampak lucu hari ini adalah mereka yang kelak akan meneruskan perjuangan itu. Entah menjadi pendidik, dokter, pengusaha, pemimpin umat, bahkan mungkin menjadi pemimpin negara. Teringat pesan Rasulullah “Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya”, karena seharusnya kita mempersiapkan mereka untuk dapat hidup dan berjuang di masa depan, ketika kita orangtuanya sudah tua renta dan tak berdaya.
Mendidik anak bukanlah perkara yang mudah untuk dilakukan jika tak disertai dengan ilmu. Mendidik anak dengan penuh cinta dan kasih sayang. Mendidik anak bukan hanya membesarkannya saja, tetapi bagaimana orangtua menanamkan nilai-nilai kebajikan dan kebaikan. Sehingga ketika anak beranjak dewasa, orangtua akan bangga dengan akhlak, budi pekerti, serta bermanfaat untuk orang banyak.
Apakah anda beranggapan bahwa pendidikan dalam keluarga itu dilakukan ketika anak sudah lahir? Jika iya, maka segeralah rubah pandangan itu. Proses pendidikan yang tepat adalah dilakukan sejak memilih pasangan hidup dan sebelum anak lahir kedunia. Sehingga dari memilih pasangan yang baik makan akan lahir generasi yang baik.
Anak yang berkualitas baik tentu lahir dari oraangtua yang berkualitas pula. Seperti menanam benih yang baik, jika ditanam di tanah yang kering dan tidak subur maka akan menghasilkan tanaman yang kering dan mati sebelum berbuah. Oleh karena itu, dalam Islam memilih pasangan yang baik adalah penting dan salah satu hak anak terhadap orangtuanya. Maka Rasulullah berpesan “Anakmu punya hak yang wajib engkau tunaikan”.
Pasangan yang berkualitas adalah pasangan yang sibuk mempersiapkan diri sebelum menjalin ikatan pernikahan. Mempersiapkan diri secara lahir dan batin, yaitu pribadi yang bertakwa kepada Allah dan sudah mempunyai persiapan dalam segi ekonomi. Selain itu, membekali diri dengan ilmu membangun keluarga dan mendidik anak juga perlu untuk dipersiapkan,.

Memilih Pasangan dengan Cara yang Baik
Dalam Islam memilih pasangan harus berhati-hati dan tidak terburu-buru, karena memilih pasangan harus yang baik akhlaknya dan agamanya. Maka laki-laki dan wanita yang menjalin ikatan pernikahan hendaknya mengenal dengan baik pasangannya. Rasulullah saw., bersabda, “Wanita itu dinikahi karena empat perkara, yakni hartanya, kecantikannya, keturunannya, dan agamanya. Maka utamakanlah yang punya agama supaya kamu beruntung.”(HR. Muttafaqun’alaih).
Allah Swt., berfirman dalam QS. An-Nur ayat 26
àM»sWÎ7sƒø:$# tûüÏWÎ7yù=Ï9 šcqèWÎ7yø9$#ur ÏM»sWÎ7yù=Ï9 ( àM»t6Íh©Ü9$#ur tûüÎ6Íh©Ü=Ï9 tbqç7ÍhŠ©Ü9$#ur ÏM»t6Íh©Ü=Ï9 4 y7Í´¯»s9'ré& šcrâä§Žy9ãB $£JÏB tbqä9qà)tƒ ( Nßgs9 ×otÏÿøó¨B ×-øÍur ÒOƒÌŸ2 ÇËÏÈ  
wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).
Dalam era saat ini, memilih dan mengenal pasangan yang dipahami oleh masyarakat adalah melaui pacaran. Padahal dalam Islam tidak mengenal pacaran dalam mecari pasangan. Proses yang benar dalam mencari pasangan adalah ta’aruf. Maka generasi yang dilahirkan dari proses pacaran ini adalah generasi yang merosot akhlaknya. Karena proses memilih pasangan hanya dilihat pada harta, cantik atau tampan wajahnya, dan keturunannya. Namun agamanya tidak dijadikan kriteria yang penting. Agama hanya dijadikan sebuah status agar pernikahan tersebut sah dimata agama dan pemerintah. Seharusnya dilihat pula bagaimana ia menjalani kehidupan beragamanya, yaitu memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Allah serta akhlaknya yang baik.
Islam menganjurkan untuk mencermati pemilihan pasangan hidup. Beberapa acuan yang dapat dijadikan pedoman oleh calon suami dalam memilih calon istri adalah sebagai berikut.
a.      Agama
Beberapa aspek harus diperhatikan oleh calon sumai ketika memilih calon istri agar darinya lahir seorang anak yang baik. Maka hendaknya seorang muslim berjuang untuk mendapatkan calon pasangan yang paling mulia di sisi Allah, yaitu seorang yang taat kepada aturan agama. Allah Swt., menggambarkan wanita yang baik dalam surat an-Nisaa’ ayat 34: “...wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada oleh karena Allah telah memelihar mereka.” Berikut aspek-aspek yang harus diperhatikan:
1.      Aspek agamanya, meliputi shalat, puasa, rasa malu, kesucian, kebaikan dan keburukan kata-katanya.
2.      Akhlak terhadap orangtuanya.
3.      Agama, kondisi kehidupan, dan perbuatan orangtuanya dalam masyarakat.
b.      Keturunan
Keturunan dan silsilah yang jelas dan baik sangat diperhatikan dalam Islam. Ketururan dan silsilah yang dimaksud adalah bukan hanya terbatas pada ayah dan ibu, tetapi sampai kakek, nenek, dan seterusnya. Ketika memilih calon pasangan, hendaknya tidak memilih dari kalangan keluarga dekat. Hal ini dilakukan agar menghaslkan generasi yang baik dan menambah persaudaraan. Pernikahan dengan kerabat dekat biasanya akan menghasilkan generasi yang lemah akalnya (mental).
c.       Usia
Usia istri berpengaruh terhadap kebaikan keturunan, baik secara fisik maupun mental. Anak yang dilahrikan dari pasangan yang usianya muda relatif akan hidup lebih terjamin dibandingkan dengan anak yang dilahirkan dari pasangan yang tua. Selain itu, wanita yang masih berusia muda memiliki kesuburan yang baik sehingga akan lahir darinya anak-anak yang banyak. Bahkan Rasulullah akan bangga dengan umatnyayang banyak. Diharapkan dari pernikahan ini melahirkan anak-anak kaum muslimin yang nantinya menjadi orang-orang yang shalih dan mendakwahkan Islam.
d.      Kecantikan
Rasulullah menganjurkan dan membolehkan kita untuk menjadikan faktor fisik sebagai salah satu kriteria memilih calon pasangan. Karena paras yang cantik atau tampan, juga keadaan fisik yang menarik lainnya dari calon pasangan adalah salah satu faktor penunjang keharmonisan rumah tangga. Maka mempertimbangkan hal tersebut sejalan dengan tujuan dari pernikahan, yaitu untuk menciptakan ketentraman dalam hati.
Selain itu, sudah merupakan naluri manusia bahwa dia menyukai sesuatu yang indah dan baik, seperti suara ynag merdu, pemandangan indah, dan tentu juga dengan kecantikan. Rasulullah menganjurkan untuk melihat wanita yang ingin dinikahi, baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui foto). Ini dilakukan agar calon suami mengetahui siapa yang akan dipinangnya dan tidak akan terjadi penyesalan dikemudian hari.
e.       Tafarrugh
Tafarrugh adalah waktu luang yang disediakan oleh wanita dalam mengurusi rumah tangganya. Pada dasarnya tugas utama wanita adalah mengurus rumah tangganya dan anak-anaknya. Terutama pada saat anak-anak diusia dini yang membutuhkan perwatan dan bimbingan optimal dari seorang ibu. Mengurus rumah tangga dan anak adalah amanah bagi kau, ibu untuk menyiapkan generasi mendatang.

Selain aspek-aspek diatas, aspek yang juga penting adalah adanya kecocokan antara calon suami dengan calon istri. Apabila laki-laki atau perempuan dibingungkan karena banyaknya pilihan di depan mata, Islam memberikan solusi bagi mereka dengan melakukan shalat istikharah. Melalui cara ini, mereka bisa meminta kepada Allah Swt., untuk diberikan petunjuk mana pasangan yang terbaik dan tepat. Dari proses yang menyertakan Allah di dalamnya maka diharapkan kelak bisa melahirkan generasi terbaik dan berkualitas.

Membangun Komitmen Bersama
Pernikahan pada hakikatnya tidak hanya menyatukan dua individu, laki-laki dan perempuan dalam sebuah ikatan pernikahan yang suci. Tidak pula hanya menyatukan dua keluarga besar dalam satu ikatan keluarga semata. Tapi sesungguhnya lebih dari itu. Pernikahan dalah penyatuan visi dan misi, penyatuan komitmen dan keinginan bersama dalam merangkai masa depan yang lebih baik.
Pernikahan yang melibatkan dua orang yang berbeda dalam pikiran dan hati memerlukan usaha untuk menyatukan atau menyamakan persepsi. Maka diharapkan nantinya tidak menjadi permasalahan dalam rumah tangga. Sudah tidak asing lagi banyak kita jumpai kasus-kasus perceraian yang didasari alasan “sudah tidak cocok”, “sudah berbeda”, “tidak satu visi”, “tidak ada kenyamanan dan keharmonisan”, dan alasan lainnya yang serupa. Semua ini terjadi karena jarang dari mereka yang serius membangun komitmen bersama sebelum menikah.
Komitmen yang dimaksud tidak hanya mengenai masa depan seperti kapan membeli rumah, membeli mobil, berapa jumlah anak, setelah menikah istri boleh bekerja atau tidak. Tidak hanya sebatas itu meskipun hal tersebut penting juga untuk dibahas. Namun ada yang jauh lebih penting, misalnya rumah tangga seperti apa yang akan dibangun, bagaimana cara mereka mendidik anak, mau dibentuk sepertia apa anak ketika sudahh lahir. Seperti itu yang disebut visi dan misi pernikahan.
            Kesuksesan dan keberhasilan sebuah keluarga akan berbanding lurus dengan kemampuannya dalam mempersiapkan keluarga. Baik sebelum menikah atau setelah pernikahan berlangsung. Berikut adalah beberapa hal yang harus dilakukan dalam rangka mempersiapkan keluarga, yaitu:
1.      Bangun komunikasi keluarga, yaitu membicarakan dan meyampaikan hasrat, visi, misi, dan rencana pernikahan kepada keluarga besar calon suami dan calon istri.
2.      Bangun komunikasi dengan pasangan. Sebisa mungkin sebelum pernikahan, baik calon suami dan calon istri membicarakan komitmen sebuah keluarga, komitmen untuk menyikapi segala perbedaan dengan bijaksana, komitmen memahami kekurangan dan kelebihan, serta membangun komitmen mengenai arah keluarga.
3.      Persiapkan ilmu, fisik, dan spiritual. Menata rumah tangga dengan ilmu dan pemahaman akan membuat pasangan melewati segala permasalahan dengan bijaksana. Ilmu yang dimaksud adalah ilmu agama, ilmu berkomunikasi yang baik, manajemen keuangan, mendidik anak, dan banyak ilmu lainnya. Sebaiknya ilmu ini dipelajari sebelum menjalani keluarga sebagai bekal. Fisik juga perlu dipersiapkan karena fisik yang sehat dan prima adalah kunci awal membangun keluarga yang bahagia. Kemudian kesiapan spiritual juga harus diperhatikan, yaitu persiapan diri mengubah sukap mental menjadi lebih bertaggung jawab, mau berbagi, melenturkan ego, serta berlapang dada.

Membangun komitmen sebelum pernikahan adalah komitmen untuk menjadikan pernikahan sebagai momentum perbaikan diri. Komitmen untuk menyatukan visi dan misi dalam berkeluarga. Serta komitmen ini merupakan langkah awal menciptakan generasi terbaik dan berkualitas demi masa depan.